Musim
panas di Jepang merupakan musim yang paling menyenangkan bagi saya. Walaupun
suhu udara mencapai 400 C dan pancaran terik sinar matahari dapat
membuat kulit kita melepuh, tetap saja musim panas merupakan musim favorit
saya. Dimana pada musim tersebut tersaji kenangan dan kegilaan yang saya
rasakan selama melewati musim panas di Jepang.
Pertengahan
bulam Mei merupakan awal dari musim panas di Jepang. Pada bulan tersebut suhu
udara akan mulai sedikit lebih hangat dibandingkan dengan suhu udara di musim
semi. Tentu saja pohon-pohon sakura yang bermekaran di musim semi akan tertidur
dan bersiap kembali untuk terbangun di musim semi yang akan datang.
Momen
di bulan Mei yang paling saya ingat yaitu ketika melewati puasa pertama di
Jepang. Saya dan teman-teman cukup antusias melaksanakan puasa di tahun
tersebut. Karena ini merupakan puasa pertama kami di negeri orang dan
melaksanakan ibadah puasa tepat diawal musim panas. Apalagi lama berpuasa di
Jepang sekitar 13 jam. Hasilnya? Saya K.O. dihari pertama puasa. Walaupun
begitu, apabila saya tidak ditugaskan dilapangan, saya akan berpuasa. Saya
salut dengan seorang teman saya. Namanya Ivan, dia mempu berpuasa 30 hari
selama musim panas.
Memasuki
bulan Juni, merupakan bulan yang ditunggu-tunggu oleh seluruh umat Islam
diseluruh dunia. Pada bulan tersebut terdapat hari raya Idul Fitri yang
merupakan hari perayaan kemenangan umat Islam. Saya ingatdi hari itu hujan
gerimis turun sedari pagi. Dua teman saya, Engga dan Aryo, mengajak saya dan
teman lainnya untuk ikut melaksanakan salat Eid di masjid yang berlokasi
sekitar 60 km dari apato (apartemen
kecil) yang kami tinggali. Namun, karena suatu alasan, saya tidak dapat ikut
serta dan itu sangat saya sesalkan.
Dibulan
Juni juga, saya mulai mencoba berbelanja online di Jepang. Awalnya hanya saya
dan seorang senior bernama bang Okta yang mulai berbelanja online. Namun,
karena teman-teman yang awalnya tidak peduli dan cendrung tidak mengarti, malah
mulai ikut berbelanja online bersama. Bisa dibilang hampir semua orang di apato
tersebut ketagihan berbelanja online. Mulai dari tas, jam tangan, gantungan
kunci bahkan barang elektronik seperti smarthphone dan kamera yang harganya
jutaan kami beli secara online.
Diawal
bulan Juni, saya memeksa bang Okta untuk membawa saya ikut bersama dia untuk
pergi ke KBRI menemani bang Okta mengurus perpanjang paspornya. Cukup banyak
drama yang terjadi sebelum dan pada saat kami akan pergi ke Tokyo. Pada
akhirnyakami bertangkat bersama dengan menggunakan kereta api Limited Exspress
yang dalam bahasa Jepang disebut Tokyuu.
Tokyuu merupakan jenis kereta api
yang kecepatannya dibawah Shinkansen. Sehingga dalam waktu satu jam saja, kami
sudah sampai di Stasiun Ueno yang terletak di Tokyo. Padahal jika menggunakan
kereta api biasa, dapat memeakan waktu tempuh hingga dua jam. Tentu saja, ada
harga ada waktu.
Tokyo
merupakan kota yang besar dan ramai serta padat. Turun distasiun Ueno, terlihat
segerombolan manusia berlalu lalang seperti sekumpulan koloni semut. Kami
langsung menuju kereta yang ada di jalur Yamanote. Dari stasiun Ueno kami
menuju arah stasiun Meguro atau stasiun Gotanda karena KBRI dapat ditempuh dari
kedua stasiun tersebut. Sayangnya KBRI tutup saat kedatangan kami karena
bertepatan dengan jam istirahat makan siang.
Setelah
selesai makan siang di konbini, kami kembali ke KBRI untuk mengurus
perpanjangan paspor bang Okta. Karena antriannya sangat panjang, saya pun
meminta ijin untuk berpetualangan sendirian di Tokyo. Sempat tidak di ijinkan,
namun saya memaksa. Alasan saya tidak diijinkan karena ini pertama kali saya ke
Tokyo. Takutnya saya kesasar dan terkena pemeriksaan acak dari kepolisian
Jepang. Pada akhirnya saya bisa meyakinkan bang Okta dan solusi dari setiap
pertanyaan yang bang Okta ajukan.
Selama
didalam kereta api menuju Akihabara, saya selalu memperhatikan dimana kereta
api berhenti. Disitu kemudian saya berfikir, jika ingin menguasaai Jepang,
kuasailah perkeretaapiannya dan jika ingin menjelajahi Tokyo dan Jepang,
kuasailah jalur Yamanote. Karena jalur Yamanote merupakan jalur inti dan utama
di kota Tokyo yang menghubungkan kota Tokyo dengan seluruh Jepang.
Ketika
kami hendak pulang, saya cukup terkejut dengan keadaan stasiun. Stasiun penuh
dengan orang-orang yang hendak pulang kerja. Banyak sallaryman berlalu lalang sambil menjinjing tas kerja dan disertai
langkah cepat mereka. Didalam kereta pun terasa penuh dan sesak. Untungnya kami
masih memiliki tempat untuk berdiri.
Suatu
hari di musim panas, saya enggan untuk keluar dari apato. Teman-teaman yang
lain sudah pergi sedari pagi menuju ketempat tujuan mereka masing-masing. Saya
dan seorang teman bernama Agil sedikit malas untuk ikut serta dengan mereka.
Alasannya, karena tempat yang mereka tuju, kami berdua sudah cukup bosan dan
merasa tidak perlu untuk pergi kesana pada saat itu.
Ternyata
berdiam diri di apato itu cukup membosankan. Udara yang panas dan pengap,
memaksa kami berdiam diri saja di dalam kamar yang ber-AC. Saya pun bersiap
untuk pergi keluar daripada saya mati karena bosan. Apalagi hari pun sudah
menjelang sore. Saya pun mengajak Agil untuk ikut serta. Dan ternyata dia tetap
menolak. Agil hanya mau keluar jika sudah pukul 5 sore saja, ketika matahari
akan mulai tenggelam.
Ternyata,
bersepeda dan jalan sendiri itu tidak menyengkan. Saya cukup bingung dalam
menentukan arah perjalanan. Seketika saya ingin pergi ke kota Oarai, sebuah
kota nelayan yang terletak di pinggir laut dan di kota ini juga terdapat sebuah
toko yang menjual produk-produk negara Asean seperti Indonesia dan lain
sebagainya. Namun, ketika sampai disebuah persimpangan, entah mengapa rasa
enggan menghadang keinginan saya untuk pergi menuju ke kota Oarai. Sercara
tiba-tiba, saya merubah arah yang saya tuju. Saya berbelok ke kanan di
persimpangan tersebut dan jujur saja, saya tidak tahu kemana arah yang saya
tuju. Yang jelas bukan ke kota Oarai.
Ketika
melalui jalur asing tersebut, tadinya jalan raya yang cukup lebar, berubah
menjadi jalan kecil yang hanya dua lajur. Ditambah jalur sepeda dan trotoarnya
tidak terawat dimana jalur sepedanya tertutup rumput tinggi dan tanah serta
bebatuan sehingga sulit bagi saya untuk mengayuh sepeda. Apalagi kiri dan kanan
jalan tersebut hanya ada hutan dan semak-semak yang rimbun. Walaupun sedikit
khawatir, saya tetap memacu laju sepeda saya ke arah depan. Dan akhirnya, saya
sampai juga di pemukiman warga dengan jalur sepeda dan trotoar yang terawat ,
bersih dan layak.
Saya
berhenti disebuah konbini untuk membeli minuman. Sambil menikmati minuman kopi
yang saya beli, saya melihat papan petunjuk jalan. Dan ternyata arah yang saya
tuju tersebut merupakan arah menuju ibukota Prefektur yaitu kota Mito. Singkat
cerita saya pun sampai di kota Mito. Saya pun berkeliling singkat di kota
tersebut.
Saat
pulang, saya menyelusuri aliran sungai sakura. Dinamakan sungai sakura karena
sepanjang pinggir aliran sungai terdapat pohon sakura. Sayangnya saat itu bukan
musim semi, jadi hanya terlihat seperti pohon biasa. Walaupun begitu, saya
tetap menikmati suasana dan sensasi angin musim panas yang sedikit hangat
sepanjang sungai tersebut. Mirip seperti adegan-adegan anime dan dorama yang sering saya tonton. Subarashii
adalah kata yang keluar dari hati saya.
Saya
begitu ketagihan bersepeda dimusim panas. Dengan sedikit berbohong, saya
berhasil mengajak seorang teman saya bernama Ivan untuk bersepeda ke Oarai.
Kami pun bersepeda disepanjang tepi laut di kota Oarai. Bau amis yang sedikit
menyengat tercium selama di perjalanan. Hal ini dikarenakan disepanjang pinggir
jalan terdapat kios-kios tempat para nelayan menjual hasil tangkapan laut
mereka. Sejujurnya kami tersesat. Tujuan awal kami ke kota Oarai adalah untuk
berbelanja di toko yang menjual produk-produk Indonesia. Karena saya lupa
arahnya, jadinya kami ketepi laut. Namun berkat itu, kami menemukan tempat
melihat pemandangan di Marina Tower dan melihat kapal perang Angkatan laut
Jepang serta singgah di pantai Oarai. Sepulang dari kota Oarai, kami singgah
untuk makan nasi goreng Thailand di sebuah restoran Thailand sederhana.
Ternyata
Ivan begitu ketagihan bersepeda di musim panas. Kami pun menyusun sebuah
perjalanan mengelilingi kota Mito. Kami pun berkeliling kota Mito dan memutari
danau Senba dengan menggunakan sepeda. Sangat menyenangkan karena ditambah
dengan semangat petualangan. Bahkan kami berdua berncana untuk bersepeda ke
kota Tokyo di bulan selanjutnya. Jarak antara kota Mito dengan kota Tokyo hanya
berjarak 150 km saja. Namun, rencana ini tidak terlaksana dikarenakan kesibukan
pekerjaan.
Dibulan
Agustus, saya berkesempatan melakukan study tour ke dua perguruan tinggi di
Jepang. Yaitu Universitas Ibaraki dan Universitas Tsukuba. Kesempatan ini saya
dapatkan dikarenakan saya tanpa sengaja berkenalan dengan warga Jepang bernama
Suzuki Hirohito. Suzuki-san pernah tinggal di Indonesia sehingga dapat sedikit
berbahasa Indonesia.
Universitas
Ibaraki memiliki dua lokasi kampus. Kampus pertama berlokasi di kota Mito sedangkan
kampus kedua berlokasi di kota Ami. Karena saya dan kedua teman saya Ivan dan
Rizal merupakan mahasiswa pertanian, kami berkunjung ke Falkutas Pertanian
Universitas Ibaraki Jepang yang terletak di kota Ami.
Disana
kami langsung berkunjung ke kebun percobaan milik falkutas dan disambut hangat
oleh Direktur kebun percobaan yaitu
Profesor Masakazu Komatsuzaki. Dikarenakan keterbatasan berbahasa kami dibantu
oleh seorang mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh program S3 di sana.
Kampus
kedua yang kami kunjungi adalah Universitas Tsukuba. Universitas ini merupakan
salah satu universitas tertua di Jepang. Suzuki-san merupakan lulusan
universitas ini tepatnya lulusan Teknik Mesin. Sisini kami hanya berkeliling
sebentar sambil menikmati suasana kampus yang asri. Suzuki-san juga mengajak
kami untuk berkeliling disekitar asrama kampus. Dia bernostalgia mengingat
ketika dia kuliah dahulu.
Sayangnya
kunjungan study tour yang saya lakukan adalah akhir dari cerita musim panas
saya. Sejujurnya banyak yang tidak saya ceritakan mengingat panjangnya cerita.
Petualangan musim panas saya berakhir karena sejak pertengahan bulan Agustus,
saya dan teman-teman saya kembali mendapatkan kesibukan kerja magang. Sehingga
beberapa rencana yang saya susun menjadi tidak terlaksana.
Walaupun musim panas itu
benar-benar panas, tapi akan menjadi indah dan menyenangkan apabila di isi dengan semangat petualangan. Menikmati
pemandangan alam dan menikmati setiap kegiatan yang kita lakukan adalah salah
satu kunci rasa syukur selama musim panas berlangsung.

Comments
Post a Comment