Di sebuah kota kecil di Jepang, tinggal seorang pemuda bernama Akira. Dia adalah seorang pria sederhana dengan mimpi besar, tetapi hari-harinya yang biasa berubah sejak pertama kali ia melihat Mia, seorang gadis dengan senyum yang mampu meluruhkan dinginnya musim dingin. Rambut hitam panjang Mia terurai lembut, dan langkah kakinya seperti tarian angin di antara dedaunan gugur.
Bagi Akira, Mia adalah bunga sakura yang mekar di musim semi—indah, lembut, tetapi tampak tak terjangkau. Setiap pagi, ia sengaja datang lebih awal ke taman tempat Mia sering membaca buku di bangku favoritnya. Ia duduk di kejauhan, mengamati bagaimana sinar matahari pagi menyelimuti wajah Mia yang khusyuk membaca.
Suatu hari, Akira memberanikan diri menghampiri Mia. Tangannya sedikit bergetar saat ia menyerahkan secarik kertas kecil berisi sebuah puisi. Puisi itu ia tulis dengan penuh rasa, menggambarkan betapa Mia adalah satu-satunya alasan musim semi terasa lebih indah tahun ini.
Namun, Mia hanya tersenyum tipis. "Terima kasih, Akira-san," katanya dengan nada lembut namun tegas. "Tapi aku tidak sedang mencari cinta. Maaf."
Penolakan itu menghantam Akira seperti angin musim dingin yang tiba-tiba menusuk. Tapi di balik rasa kecewa, ia merasa yakin bahwa hati Mia hanya perlu waktu untuk membuka diri, seperti kuncup sakura yang menanti saat yang tepat untuk mekar.
Akira tidak menyerah. Ia mulai mencari cara untuk lebih dekat dengan Mia tanpa mengganggunya. Ia belajar memasak makanan favorit Mia setelah diam-diam mendengar Mia bercerita kepada teman-temannya di taman. Suatu hari, ia memberanikan diri mengajak Mia menikmati bentÅ buatannya. Mia menerima tawaran itu dengan senyum ragu, tapi Akira tahu itu adalah langkah kecil ke arah yang benar.
Hari-hari berlalu, dan Akira terus menunjukkan perhatiannya. Ia tak pernah memaksa Mia untuk menerima cintanya, hanya hadir dengan tulus—menemani Mia membaca, mendengarkan ceritanya, atau bahkan hanya membawakan teh hangat di pagi yang dingin.
Mia, yang awalnya menutup hatinya rapat-rapat, perlahan mulai melihat ketulusan Akira. Ia menyadari bahwa Akira tidak hanya mencintainya sebagai sosok yang indah, tetapi juga menghargai setiap bagian dirinya—termasuk impiannya, kebiasaannya, dan bahkan kekurangannya.
Musim semi berikutnya tiba. Di bawah pohon sakura yang sedang bermekaran, Akira berdiri dengan seikat bunga di tangannya. Ia menatap Mia yang datang dengan langkah ringan, rambutnya terurai ditiup angin.
"Aku tahu aku bukan pria sempurna," kata Akira, suaranya sedikit gemetar. "Tapi aku ingin berada di sisimu, apa pun yang terjadi. Aku ingin menjadi orang yang membuatmu tersenyum setiap hari, seperti kamu membuatku bahagia."
Mia terdiam. Untuk sesaat, hanya suara angin dan bunga sakura yang berguguran mengisi keheningan. Lalu, ia melangkah mendekat, mengambil bunga dari tangan Akira.
"Kamu tahu," kata Mia sambil tersenyum, "aku selalu menyukai bunga sakura. Tapi aku baru menyadari, ada seseorang yang selalu ada untukku, seperti akar yang menopang pohon ini. Itu kamu, Akira."
Di bawah naungan pohon sakura, hati Mia akhirnya mekar, dan Akira tahu bahwa perjuangannya tidak sia-sia. Bagi mereka berdua, musim semi tahun itu menjadi awal yang baru—seperti bunga sakura yang terus bermekaran, cinta mereka pun mulai tumbuh, indah dan tulus.
Note : Cerita ini dibuat dengan menggunakan chatgpt secara 100%
Comments
Post a Comment